Sabtu, 21 November 2009

Kisah Nyata, Kasus Makan Soto di Kantin Sekolah


Kami guru salah satu SMP Negeri di Kabupaten Klaten, selain mengajar pada mata pelajaran regular kami bersama Mr. Lj dan Mr. BC juga membina kegiatan ekstrakurikuler Komputer, PMR dan Pramuka. Dalam satu minggu membina ekstrakurikuler tiga hari yaitu hari Senin, Kamis dan Sabtu. Pembinaan ekstra dilakukan mulai pukul 13.00 WIB sampai 16.15 WIB. Jadi, pagi mengajar mata pelajaran regular di teruskan membina ekstrakurikuler. 

Karena rumah kami cukup jauh, maka kepala sekolah menyuruh kami untuk makan soto di kantin sekolah sebagai gantinya makan siang dan biaya makan soto ditanggung pihak sekolah. Kami merasa lega, karena honor membina ekstra hanya Rp 10.000,- mulai dari pukul 13.00 WIB sampai 16.15 WIB. Dengan diberi jatah makan soto berarti honor kami bisa utuh, sebab kalau harus beli makan sendiri honor sekecil itu tentu habis untuk sekali makan dan pulang hanya dapat capeknya aja.

Setelah berjalan 3 tahun, tiba-tiba beberapa guru dan karyawan membicarakan dan mempersoalkan tentang “guru pembina ekstrakurikuler numpang makan di kantin dengan dana sekolah”. Kami mengetahui kasus itu dari pihak kantin, dan ternyata kasus itu sudah beredar di masyarakat selama satu minggu.

Tepatnya hari Senin, 16 Maret 2009 pukul 15.30 WIB, kami diberitahu pihak kantin, spontan seperti ada petir menyambar kami. Kami merasa malu, sedih dan putus asa, karena kami sudah melaksanakan tugas dengan baik dengan honor yang sangat kecil, tetapi masih ada orang yang mengusiknya.

Yang paling membuat kami benar-benar malu adalah ada oknum guru yang berkata :
 “Tidak ada anggaran makan siang untuk guru ekstra “
 “Guru pembina ekstra numpang makan di kantin”
 “Sudah 3 tahun guru ekstra numpang makan di kantin”
 “Guru ekstra makan siang dengan dana sekolah”

Selanjutnya yang kami lakukan :
Hari Selasa, 17 Maret 2009 pukul 07.30 WIB, kami menghubungi oknum pengepul dana SOT (Sumbangan Orang Tua) untuk minta rekap uang makan soto selama 3 tahun. Oknum ini menjawab “Saya tidak tahu, yang tahu bendahara komite”.

Masih di hari Selasa, 17 Maret 2009 pukul 08.00 WIB, kami menghubungi bendahara BOS untuk minta rekap uang makan soto selama 3 tahun. Oknum ini menjawab “Saya tidak tahu, yang lebih tahu bendahara komite, sudahlah jangan diusut”. Padahal saat itu kami sudah membawa uang Rp 6 juta untuk kami kembalikan ke pihak sekolah sebagai gantinya uang makan soto selama 3 tahun.

Hari Rabu 18 Maret 2009 pukul 09.15 WIB, kami menghubungi bendara komite untuk minta rekap uang makan soto selama 3 tahun. Oknum ini menjawab “ Ya, nanti malam saya rekap dulu, tetapi saya harus konfirmasi dengan kepala sekolah”. Lalu oknum ini bertanya pada kami “ Rekap untuk apa ?”. Kami jawab “Saya akan kembalikan uang makan soto dikantin selama 3 tahun”. Kemudian oknum ini berkata “Tidak usah dikembalikan, Pak Kepala Sekolah ikhlas kok”.

Tetapi kami tetap pada pendirian semula, bahwa kami telah dipermalukan di masyarakat, maka kami harus bisa mengembalikan uang makan itu.

Masih di hari Rabu 18 Maret 2009 pukul 20.30 WIB, kami ditelepon wakil kepala sekolah bahwa “kasus ini tidak usah diperpanjang dan uang makan soto selama 3 tahun tidak usah dikembalikan ke pihak sekolah”.

Hari Kamis 19 Maret 2009 pukul 07.30 WIB, kami dan Mr. BC ditemui wakil kepala sekolah di ruang Laboratorium Komputer. Wakil kepala sekolah ini menyarankan kami agar kasus ini dianggap selesai dan uang makan soto tidak usah dikembalikan ke pihak sekolah. Namun, dalam pertemuan ini terjadi deadlock lagi, sebab kami tetap pada pendirian semula.

Masih di Hari Kamis 19 Maret 2009 pukul 09.00 WIB, kami dipanggil kepala sekolah untuk membicarakan kasus makan soto kantin. Dalam pertemuan di ruang kepala sekolah ini dihadiri 5 orang yaitu Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, Mr. Lj, Mr. BC dan kami sendiri. Dalam pertemuan ini lagi-lagi terjadi deadlock, akhirnya kepala sekolah meminta maaf kepada kami atas kejadian ini. Tetapi kami tetap ngotot untuk mengembalikan uang makan tersebut.

Begitulah nasib kami sebagai guru seharian di sekolah. Membina ekstrakurikuler dari jam 13.00 sampai 16.15 WIB dengan honor Rp 10.000,- masih ada yang mengusiknya. Resiko yang kami lakukan adalah kesana kemari mencari pinjaman uang untuk kami kembalikan ke pihak sekolah. Walau pihak sekolah menolak, kami tetap berusaha untuk mengembalikan. Kami merasa tenang dan menang kalau bisa mengembalikan uang makan soto itu.

Sampai sekarang kami sportif. Kegiatan ekstrakurikuler Komputer, Pramuka dan PMR tetap berjalan seperti semula. Namun, kami sekarang tidak pernah lagi makan soto di kantin sekolah. Walau berangkat pagi dan pulang sore kami hanya minum dan kadang-kadang makan snack kalau pihak sekolah menyediakan.

Kalau pihak sekolah tidak menyediakan snack…..?
Yaaaaa.......perutku berbunyi nyaaaaa.....ring
He…. he…. he…. nasib guru Umar Bakri
Bakri…. Bakri…

Penulis Asim Sulistyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarlah sebagi tanda persahabatan, Trim.

 

Satelit Rowo Jombor

Bookmark and Share